Akal Licik Westerling Buat Kudeta di Pagi Hari, 94 Anggota TNI Tewas

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Tepat 72 tahun yang lalu, pada 23 Januari 1950 terjadi sebuah pemberontakan yang terkenal dengan peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) atau Kudeta 23 Januari. Pemberontakan tersebut dipimpin oleh Raymod Westerling, Mantan Komandan Korpd Pasukan Khusus Belanda atau Korps Speciale Troepen.

Ia terkenal saat itu sebagai sosok yang kejam sebab telah membunuh puluhan ribu penduduk Sulawesi pada tahun 1946 hingga 1947.

Pada bulan November 1949, Westerling mendirikan sebuah organisasi bernama Ratu Adil Persatuan Indonesia (RAPI) dengan tujuan untuk menggulingkan Soekarno dari jabatannya sebagai presiden.

Organisasi ini memiliki satuan bersenjata yang bernama Angkatan Perang Ratu Adil. Para pengikutnya pun kebanyakan berasal dari mantan anggota Koninklije Nederland Indische Leges (KNIL) atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda.

Nama Ratu Adil berasal dari kitab ramalan Jawa Kuno bab Jayabaya yang meramalkan tentang kedatangan seorang Satrio Piningit atau ksatria yang berasal dari Turki. Westerling yang lahir di Turki pada 31 Agustus 1919, merasa dirinya adalah sosok dari Ratu Adil tersebut. Tujuannya membebaskan Indonesia dari keterpurukan.

Oleh karena itu, banyak dari rakyat Indonesia yang mendukung APRA. Rakyat pun banyak yang terhasut oleh hasutan organisasi itu.  Bahkan, rencana keji ini mendapat restu dari  pimpinan militer tertinggi Belanda. Salah satunya Letjen Buurman van Vreeden.

Pemberontakan ini sebenarnya berawal dari rasa tidak puas sebagian anggota KNIL atas hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB). Saat itu, pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) memutuskan jika anggota tentara Republik Indonesia Serikat (APRIS) terdiri dari TNI dan mantan anggota KNIL.

Ternyata, keputusan pemerintah itu membuat mantan anggota KNIL gusar akan kedudukan mereka di dalam APRIS itu sendiri. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk bergabung dengan APRA.

Pada 5 Januari 1950, Westerling mengultimatum pemerintah RIS lewat sebuah surat. Ia meminta pemerintah untuk menghargai negara-negara bagian, terutama Negara Pasundan. Pemerintah pun harus mengakui APRIS sebagai tentara Pasundan sehingga mereka memiliki kekuasaan penuh di negara bagian itu.

Dalam surat tersebut juga terdapat penjelasan jika pemerintah RIS harus memberikan jawaban positif dalam kurun waktu 7 hari. Apabila permintaan itu tak mendapat tanggapan atau penolakan, maka akan terjadi pertumpahan darah.

Lima hari kemudian, Hatta menyampaikan jika pemerintah menolak permintaan konyol itu. Serta memerintahkan pasukan TNI untuk menangkap Westerling. Namun, kabar itu sudah sampai ke telinga Westerling. Ia pun menyiapkan sebuah rencana besar-besaran untuk melakukan kudeta.

Pada 23 Januari 1950, pemberontakan APRA pun berjalan sejak sebelum matahari menyingsing. Saat itu, ia memimpin 800 pasukan bersenjata lengkap. 300 pasukan merupakan anggota KNIL. Mereka memasuki Bandung.

Peristiwa Lembong
Peristiwa Lembong

Selama di jalan, pasukan keji itu membunuh dan membantai siapa pun yang mengenakan seragam TNI. Sebanyak 94 anggota TNI gugur dalam pertempuran itu, termasuk Letnan Kolonel Lembong. Sedangkan, pasukan APRA tidak ada yang tewas satu pun.

Tak butuh waktu lama, APRA mampu menduduki semua lokasi strategis di Bandung. Mulai dari Markas Staf Divisi Siliwangi, kantor pos, hingga ruas-ruas jalan. Mereka dengan mudah menguasai lokasi-lokasi yang vital saat itu.

Sejalan dengan serangan tersebut, sejumlah anggota pasukan APRA pimpinan Sersan Meijer menuju Jakarta untuk menangkap Presiden Soekarno. Namun, dukungan dari pasukan KNIL lain dan Tentara Islam Indonesia (TII) yang mendapat dukungan dari Westerling tak kunjung datang. Sehingga, serangan tersebut gagal.

Setelah puas melancarkan aksinya di Bandung, Westerling berangkat menuju Jakarta pada 14 Januari 1950. Ia bertemu dengan Sultan Hamid II di Hotel Des Indes. Pada masa itu, Hamid menjabat sebagai salah satu Menteri dalam kabinet RIS. Ia memutuskan untuk bersekongkol dengan Westerling karena lebih menyukai bentuk negara federal dari pada kesatuan.

Di hotel itu, Hamid dan sekretarisnya, dr. J. Kiers, mengkritik kegagalan Westerling. Ia pun menyalahkan Westerling karena membuat masalah besar di Bandung. Tak lama, ia segera pergi meninggalkan hotel tersebut.

Setelah itu, tersiar kabar jika Westerling akan mengulang tindakannya dengan menyerang tempat penyelenggaraan  sidang kabinet RIS di Jakarta. Rencananya APRA akan  menculik semua menteri dan membunuh Sri Sultan Hamengku Buwono IX (Menteri Pertahanan), Mr Ali Budiardjo (Sekjen Kementrian Pertahanan Keamanan), dan TB Simatupang (Kepala Staf Angkatan Perang).

Namun, rencana busuk itu keburu ketahuan. Hatta yang mendapat kabar itu segera menyampaikan hal ini kepada TNI dan segera menyiapkan penjagaan sangat ketat.

Kegagalan itu membuat beberapa pihak panik. Bukan hanya Westerling saja, pihak perwakilan pemerintah Belanda pun merasakan kepanikan. Menurut sejarawan Frederik, pihak Belanda tak ingin Westerling jatuh ke tangan Indonesia.

Oleh sebab itu, Belanda mengirim Westerling ke luar negeri secara diam-diam. Westerling yang kecewa dengan sikap Belanda akhirnya kabur dan melarikan diri ke Eropa.

Reporter: Ratna Utami

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pilkada Kota Jogja Mulai Disorot, Heroe Poerwadi Akhirnya Diusung PAN, Budi Waljiman Dikawal Gerindra

Mata Indonesia, Yogyakarta - Persiapan untuk Pilkada pada pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Jogja mulai memanas. Beberapa figur telah muncul sebagai calon potensial dari berbagai partai politik, di antaranya adalah Heroe Poerwadi dan Budi Waljiman.
- Advertisement -

Baca berita yang ini