Transformasi Gerakan Islam Radikal di Indonesia

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Dalam Buku Radikalisme Menuju Terorisme karya Setara Institue, transformasi gerakan Islam di Indonesia terbagi menjadi tiga babak. Gerakan Islam tidak hanya bertransformasi namun melakukan metamorfosis sehingga gerakannya bermacam-macam.

Pertama, gerakan Islam kebangsaan (kemerdekaan) yang bertransformasi ke gerakan politik praktis dalam perhelatan demokrasi. Organisasi-organisasi Islam yang dulunya berada di jalur kultural bertransformasi menjadi gerakan politik.

Kedua, yaitu gerakan Islam yang bertransformasi dari gerakan politik praktis ke gerakan dakwah (mindset, wacana, dan pemikiran). Pada periode inilah lahir dua kelompok besar yaitu kelompok Islam substansialistik dan kelompok Islam legal-formalistik.

Namun transformasi politik praktis ke kultural dengan orientasi Islam substansialistik dan legal-formalistik telah menjadi perdebatan serius dalam perjuangan politik Islam di Indonesia. Pada periode inilah muncul kembali arus radikalisme Islam yang diwakili oleh eks Darul Islam/Negara Islam Indonesia yang mengedepankan ide negara Islam di kalangan NII.

Radikalisme Islam di periode ini terlihat dari Komando Jihad, Woyla, Teror Warman, gerakan Imran dan peristiwa Lampung. Beberapa peristiwa kekerasan mulai bermunculan seperti misalnya diawali gerakan Warman yang menyetujui langkah-langkah kekerasan pada tahun 1978.

Kemudian pada tahun 1981, Imam Muhammad Zein muncul dan mengobarkan semangat revolusi Islam di Indonesia dengan melakukan konfrontasi fisik dengan jajaran militer. Insiden kekerasan terus berlanjut hingga pada pengeboman Bank Central Asia pada pertengahan 1980-an hingga insiden berdarah Tanjung Priok pada 12 September 1984.

Babak ketiga, yaitu momentum transformasi dari Islam radikal menuju Islam jihadis/teroris. Transisi pada tahun 1998 menjadi awal kemunculan gerakan-gerakan Islam yang ternyata mengancam demokrasi itu sendiri. Mulai dari FPI, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dan Gerakan Reformis Islam muncul sebagai gerakan Islam berskala nasional.

Fathali Moghaddam (2005) dalam The Staircase to Terrorism menggambarkan bahwa untuk menjadi teroris terdapat beberapa tahapan yang dilalui.

Pertama, yaitu adanya perlakuan yang tidak adil. Kedua, membangun kesiapan fisik untuk melakukan penyerangan terhadap pihak yang dianggap sebagai musuh. Ketiga, individu mengadopsi nilai-nilai moral dari kelompoknya. Keempat, kesempatan untuk menjadi teroris dijadikan untuk kehidupan yang lebih baik. Terakhir, yaitu individu sudah siap untuk melakukan kegiatan terorisme.

Hingga saat ini, berbagai jenis cara dilakukan untuk melakukan penyerangan namun upaya bom bunuh diri menjadi salah satu cara yang dinilai dapat memperkuat kelompok. Alasannya, karena strategi ini terbukti mampu melemahkan musuh.

Di era reformasi seperti sekarang, ancaman terorisme juga terus bertransformasi terlebih dengan kemajuan teknologi, maka pemerintah serta aparat kepolisian harus bekerja keras untuk mengantisipasi setiap ancaman teror yang hadir di Tanah Air.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pelantikan dan Pengukuhan 27 Pejabat Tinggi Pratama Lingkup Pemprov NTT

Mata Indonesia, Kupang - Sebanyak 27 Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama Lingkup Pemerintah Provinsi NTT dilantik dan dikukuhkan oleh Penjabat...
- Advertisement -

Baca berita yang ini