Jokowi Ingin Pelaku Pemerkosaan Anak di Luwu Timur Dihukum Berat

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Presiden Joko Widodo sangat tidak menoleransi predator seksual anak. Kasus pemerkosaan pada tiga anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, melukai nurani dan rasa keadilan. Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhwardani menjelaskan kerisauan Jokowi, Jumat 8 Oktober 2021.

”Karena itulah pada 7 Desember 2020, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah (PP) No 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak,” ujar Dani.

Ia mengatakan dalam rapat terbatas tentang penanganan kasus kekerasan pada anak, Presiden Jokowi memberi arahan agar kasus kekerasan terhadap anak segera ada lanjutannya. Jokowi, kata Dani, menginginkan agar para predator seksual anak mendapat hukuman yang membuat jera. Terutama terkait kasus pedofilia dan kekerasan seksual pada anak.

Dani menuturkan meskipun korbannya adalah anak-anak, namun suara mereka tetap harus terdengar. Kasus ini, kata dia, semakin memperkuat urgensi pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU PKS).

Kasus ini mencuat setelah muncul laporan karya jurnalistik Eko Rusdianto di Project Multatuli yang mengungkap dugaan kasus pemerkosaan kepada tiga anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Project Multatuli adalah gerakan jurnalisme nonprofit yang menyajikan laporan mendalam berbasis riset dan data. Usai laporan itu muncul, situs mereka mendapat serangan dan mendapat peretasan.

Terkait kasus ini, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mendesak kepolisian membuka kembali proses penyelidikan kasus dugaan pencabulan tiga anak oleh ayah kandungnya itu.

Penasihat hukum korban dari LBH Makassar Rezky Pratiwi mengatakan, kasus dugaan pencabulan itu dilayangkan RA, ibu korban, pada 10 Oktober 2019. Namun belakangan penyidik mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Rezky menjelaskan, pihaknya pernah mengajukan dokumen sebagai bukti pembanding, saat gelar perkara kasus itu di Polda Sulsel pada Maret 2020. Antara lain hasil asesmen dan visum bahwa korban mengalami tanda kekerasan, tekanan psikologis, hingga perubahan perilaku. Tapi penyidik kepolisian seolah mengabaikan.

Belakangan, Polda Sulsel bersikukuh kasus kekerasan seksual pada anak ini memenuhi syarat untuk dihentikan. Penghentian penyelidikan tanpa penetapan tersangka hanya berselang dua bulan setelah ibu korban melapor ke polisi.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Harga Daging Sapi di Bantul mulai Turun, Ini yang jadi Penyebabnya

Mata Indonesia, Bantul - Setelah Lebaran, harga daging sapi di Bantul mulai mengalami penurunan secara perlahan. Nur Wijaya, Lurah Pasar Niten, membenarkan hal tersebut dengan mengatakan bahwa pada 15-16 April 2024, harga daging sapi sudah stabil.
- Advertisement -

Baca berita yang ini