Mengenal Aspirin, Obat Tablet Pertama

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Aspirin merupakan obat pertama dalam bentuk tablet. Obat turunan dari salisilat ini sering digunakan sebagai pereda nyeri, penurun demam, serta mengobati peradangan.

Awalnya, aspirin diedarkan dalam bentuk bubuk pada tahun 1899 oleh perusahaan asal Jerman, Bayer. Nama aspirin diambil dari “a” untuk asetil, “spril” untuk tanaman spriea yang merupakan sumber salisin, serta “in” untuk zat pada zaman itu.

Lalu, pada 1915, Bayer mengubahnya menjadi bentuk tablet yang dijual bebas. Dua tahun kemudian, hak paten Bayer atas aspirin berakhir selama Perang Dunia I, perusahaan kehilangan hak merek dagang aspirin di beberapa negara.

Setelah Amerika Serikat memasuki perang melawan Jerman, Alien Property Custodian, sebuah badan pemerintah yang mengelola properti, menyita aset AS milik Bayer. Di tahun 1919, nama dan merek dagang perusahaan Bayer untuk Kanada dan Amerika Serikat dilelang dan dibeli oleh Sterling Products Company seharga 5,3 juta dolar AS.

Bayer menjadi bagian dari IG Farben. Setelah Perang Dunia II, sekutu memecah IG Farben, dan Bayer kembali muncul sebagai perusahaan yang berdiri sendiri.

Kini, aspirin dikenal sebagai pencegahan serangan jantung pada pria yang sebelumnya pernah mengalami serangan jantung, dan terbukti melawan stroke pada wanita. Lebih dari sepertiga semua orang dewasa, serta empat dari lima orang dengan penyakit jantung menggunakan aspirin secara teratur. Jumlah pengguna aspirin naik 20 persen dari tahun 1999 sampai 2003.

Pada penderita hemofilia, tidak dianjurkan untuk mengonsumsi aspirin karena akan memperburuk pendarahan. Pada 1948, ketika Dr. Lawrence Craven yang berasal dari California merekomendasikan Aspirin untuk mengurangi risiko serangan jantung, berdasarkan dari apa yang ia amati pada pasien.

Satuan Tugas Layanan Pencegahan AS merekomendasikan pria yang berusia 49 sampai 79 tahun mengonsumsi aspirin untuk mencegah serangan jantung, sedangkan wanita yang berusia 55 hingga 79 tahun untuk mencegah stroke iskemik, potensi manfaatnya lebih besar daripada bahayanya dari peningkatan pendarahan gastrointestinal.

Aspirin dapat meningkatkan pendarahan karena penurunan pembekuan, jadi jika sedang mengalami pendarahan, mengonsumsi aspirin sangat tidak dianjurkan.

Aspirin termasuk ke dalam obat Anti-inflamasi Nonsteroid (NSAID), banyak di antara obat itu yang menyebabkan risiko jantung daripada pencegahannya. Pereda nyeri yang lebih manjur cenderung membawa lebih banyak potensi kerusakan kardiovaskular.

Sebuah studi baru-baru ini menemukan obat penghilang rasa sakit yang disebut opioid yang meningkatkan risiko serangan jantung selain patah tulang jika dibandingkan dengan pasien yang memakai NSAID seperti aspirin dan ibuprofen.

Dr. Scott Fishman, kepala pengobatan nyeri di University of California, menunjukkan efek aspirin bagi pereda rasa nyeri cukup kuat namun hanya sebentar. Cara aspirin menghambat enzim di perut dapat menyebabkan maag yang bisa sangat berbahaya jika dikombinasikan dengan obat penurunan pembekuan.

Pasien tidak boleh mengonsumsinya tanpa berkonsultasi dengan dokter. Beberapa suplemen, seperti minyak ikan dan bawang putih juga dapat menyebabkan masalah pendarahan jika dikonsumsi berbarengan dengan aspirin. Aspirin tidak diperbolehkan untuk anak-anak di bawah usia dua tahun karena dapat menimbulkan sindrom reye.

Studi baru membuktikan aspirin dapat mengatasi laju pertumbuhan dan terjadinya jenis kanker tertentu, terlebih usus besar, kanker paru-paru, pankreas, dan prostat.

Reporter: Laita Nur Azahra

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Upaya Berantas Paham Radikalisme dan Terorisme, Aparat Keamanan Berhasil Tangkap 7 Teroris di Sulteng

Aparat keamanan Republik Indonesia (RI) terus berupaya untuk memberantas penyebaran paham radikalisme dan terorisme di Tanah Air. Upaya tersebut...
- Advertisement -

Baca berita yang ini