Politik dan Cita-Cita

Baca Juga

MINEWS, – Kita akhiri saja sebelum segalanya membuat kita begitu letih.

Lalu apa yang harus diakhiri?

Kita mulai dulu. Yang ringkas bisa dari apa yang dikemukakan  oleh  semua Presiden Indonesia tentang Indonesia ke depan. Mulai dari Presiden Soekarno sampai Presiden Jokowi. Simak substansi yang mereka kemukakan: Indonesia harus menuju adil makmur demi bangsanya.

Cita- cita luhurnya sama semua.

Cita-cita luhur bangsa bukanlah khayal. Ini komitmen. Bahkan dicanangkan saat memaklumkan Indonesia merdeka. Cita cita bangsa merupakan tekad dan komitmen  untuk membawa dan mengantarkan Indonesia sampai ke tangan anak cucu.

Apa cita-cita bangsa? Tak perlu di ulas lagi,. Semua warga negara wajib mafhum. Wajib tegak di situ, berjalan di situ dan menuju ke situ. Selalu  demikian. Karena berpikir sejalan dengan cita-cita merupakan sebuah keniscayaan setiap anak bangsa.

Cita-cita ini jangan diibaratkan game. Founding fathers kita memaklumkan dan  mencanangkan cita-cita, kita mengokohkannya. Jangan sebaliknya para pendiri bangsa memaklumkan kita justru mati-matian untuk merontokkannya. Ketahuilah, mempersulit perjalanan Indonesia menuju adil makmur,  galibnya juga sama dengan menjegal atau bahkan merontokkan cita-cita bangsa. Disadari atau tidak.

Tengok Orde lama. Demokrasi Orde Lama, mula-mulanya luhur. Takzim menakjubkan. Bahkan pemilu pertama 1955, dijadi potret untuk melihat kematangan berdemokrasi. Orang lain masih planga-plongo melihat demokrasi, kita sudah pemilu 1955 dan relative sempurna, demokrasinya. Ide dan gagasan menjadi instrument yang menonjol kala berdemokrasi di masa itu.

Tapi apa yang kemudian terjadi, setelah demokrasi terintis menuju cita-cita, segelintir anak bangsa tampil bikin pusing. Dirontok-rontokannya demokrasi kala itu. Kabinet yang mestinya mati-matian mikirin masa depan bangsa dengan  aktualisasi cita-cita, berubah! Bablas jadi pertarungan, bak  turnamen politik. Kabinet jatuh bangun. Ada yang umurnya 2 bulan sudah jungkir balik. Paling lama cuma 2 tahun. Ini demokrasi apa? Cita-cita apa yang diniatkan dengan model begini? Demokrasi walllahualam kah? Maka tumbanglah demokrasi.

Tak lama kemudian, demokrasi Pancasila membawa kesejukan baru. Memang selalu, ya…. selalu sesudah yang lama tumbang harapan dan angin segar muncul lagi.

Demokrasi Pancasila, berawal sejuk. Semua menaruh harapan. Kita lantas membaik dalam perintisan cita-cita. Ekonomi dijadikan kendaraan penting dalam mencapai cita-cita luhur bangsa. Awalnya secercah harapan, tapi kemudian Lagi lagi selalu. Selalu saja ada ekses yang mengambil celah dari tikungan. Demokrasi yang berkembang, mulai digerogoti oleh upaya upaya yang a-cita-cita. KKN berseliweran di semua lini. Negara merintih.

Lantas semua mulai merasa, kian hari yang didengungkan sebagai demokrasi Pancasila, kian  terasa berjarak dengan keluhuran cita cita Bersama. Maka generasi muda sebagai penghuni masa depan, protes keras. Perlawanan demi perlawan digelar. Tumbanglah rezim kokoh ini.

Bangkit  generasi  reformasi. Berlangsung sudah hampir 20 tahun. Ini “orde” yang hidup dengan tingkat keasyikmasyukan politik yang tinggi. Padahal presidennya hari ini sudah mengingatkan, mengajak kerja..kerja..kerja. Kerja untuk menuju cita-cita Bersama. Mestinya kita mengerti ini,  supaya tidak menghabiskan energi untuk ribut dengan sesama anak bangsa. Capek, saudaraku. Apalagi tantangan di depan kian dahsyat.

Maka baiknya, politik gontok-gontokan kita akhiri saja sebelum segalanya membuat kita menjadi  begitu letih. Letih oleh sontoloyo, dan jauh dari gendoruwo….

By Hussen Gani Maricar (Jurnalis)

Berita Terbaru

Pilkada Damai Membutuhkan Keterlibatan Semua Pihak

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah salah satu momen krusial dalam agenda demokrasi Indonesia yang membutuhkan keterlibatan aktif dari semua...
- Advertisement -

Baca berita yang ini