Peringatan Holokaus di Jerman Mulai Tergerus Zaman

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Tanggal 27 Januari dikenal sebagai Hari Peringatan Holokaus Internasional untuk mengenang tewasnya jutaan kaum Yahudi dan kelompok lainnya akibat kekejaman Nazi.

“Mereka yang tak bisa mengenang masa lalu ditakdirkan untuk mengalaminya lagi.”

Itulah kutipan dari filsuf sekaligus penulis, George Santayana, yang terlihat di bekas kamp konsentrasi Auschwitz. Agaknya, kutipan itu sama dengan kutipan Indonesia yang berbunyi “Jas merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah”. Pemerintah sekaligus warga Jerman memang diharapkan tak melupakan sejarah memilukan di negara itu, tragedi holokaus.

Sejak tahun 1996, Jerman selalu mengenang korban Holokaus pada tanggal  27 Januari, yang bertepatan dengan tanggal pembebasan kamp konsentrasi Nazi di Auschwitz oleh pasukan Soviet. Pada tahun 2005, PBB meratifikasi resolusi dan menjadikan tanggal 27 Januari sebagai Hari Peringatan Holokaus (Holocaust) di seluruh dunia.

Dilansir dari Deutsche Welle, setiap tanggal 27 Januari, Perlemen Jerman Bundestag menyampaikan penghormatan kepada para korban kebiadaban Nazi pada Hari Peringatan Holokaus. Sejumlah upacara juga berlangsung di Jerman dan berbagai negara lain di seluruh dunia untuk menandai Hari Peringatan Holokaus Internasional.

Tidak hanya sekedar upacara, pemerintah Jerman juga membangun Holocaust Memorial yang dirancang oleh duo arsitek dan insinyur, Peter Eisenman dan Buro Happold. Situs tersebut diresmikan pada 10 Mei 2005. Terdiri dari 2711 lempeng beton berbentuk balok yang berderet di area seluas 19000 meter persegi. Lempeng-lempeng batu itu disebut stelae.

Situs dengan nama asli The Memorial to the Murdered Jews of Europe (Denkmal fur die ermordeten Juden Europas) itu merupakan monumen yang memiliki nilai penting bagi sebagian besar warga Jerman, tak peduli mereka memiliki darah Yahudi atau tidak. Pembangunannya ditujukan untuk memperingati pemusnahan massal yang dilakukan oleh Nazi terhadap kaum Yahudi.

Sayangnya, seiring berjalannya waktu, sebagian orang mulai enggan memperingati tragedi kemanusiaan itu lagi. Organisasi Yahudi juga prihatin dengan meningkatnya sentimen antisemitisme di Jerman.

“Tantangan utama hari peringatan ini adalah untuk mengalahkan sentimen kebencian yang mengarah pada Yahudi,” kata Meron Mendel, direktur FrankFurt Anne Frank Educational Center.

Berdasarkan data European Union Agency for Fundamental Rights, di tahun 2019, kaum Yahudi mengalami lebih banyak kekerasan dibandingkan tahun 2018. Sebanyak 41 persen kaum Yahudi di Jerman mengatakan pernah menjadi korban kekerasan antisemitisme.

Hingga 2020, di masa pandemi covid-19 menyerang. Peringatan holokaus secara online yang diadakan Kedutaan Besar Israel di Jerman pun ‘diserang’ kelompok anti-Yahudi.

Acara yang digelar via aplikasi Zoom itu terkena “Zoom Bombing” dengan ditampilkannya slogan-slogan anti-Yahudi, foto-foto Adolf Hitler,  gambar-gambar porno dan slogan-slogan pro-Palestina.

Aksi “zoom bombing” itu terjadi saat penyintas tragedi holokaus, Zvi Herschel’s berpidato lewat aplikasi zoom sehari sebelum peringatan Holocaust Memorial Day di Israel.

Kabar tersebut diungkapkan Duta Besar Isreal untuk Jerman, Jeremy Issacharoff melalui media sosial Twitter. Dia penyebut para pelaku tidak menghormati korban-korban holokaus.

Selain zoom bombing, orang-orang Yahudi yang tinggal di Jerman pun makin khawatir atas pernyataan yang dilontarkan sejumlah politisi partai sayap kanan, Alternative for Deutschland (AfD).

“Hitler dan Nazi hanyalah setitik kotoran burung dalam sejarah ribuan tahun kesuksesan Jerman,” kata sang pemimpin partai, Alexander Gauland.

Bahkan, pada 2017 lalu, pemimpin Afd wilayah Thuringen, Bjorn Hocke menuntut agar Holokaus tak diperingati lagi.

Namun, pendapat berbeda diungkapkan sejarawan Wolfgang Benz. Menurut Benz, hal-hal seperti itu tidak menandakan diterimanya sentimen antisemitisme di Jerman. Terlebih lagi, banyak yang geram atas pernyataan Gauland dan Hocke itu.

“Kita hanya terlalu sensitif saja pada hasutan yang dilontarkan AfD,” komentar Benz.

Kontroversi budaya memperingati tragedi ini rupanya sudah lama terjadi, bahkan sejak awal dicetuskannya hari peringatan ini. Pada mulanya, warga Jerman tabu untuk membicarakan tragedi ini. Namun, generasi muda mulai mempertanyakan dan menuntut tanggung jawab generasi tua.

Sekitar tahun 1979, ditayangkan serial TV berjudul Holocaust. Serial itu berhasil membuka mata jutaan warga Jerman Barat dan berdampak luar biasa. Sejak saat itulah mengenang tragedi Holokaus menjadi bagian dari budaya di Jerman.

Tentunya tak semua orang setuju dengan budaya itu. Para kritikus sayap kanan menyebut serial TV itu sebagai hasutan. Sementara itu, sayap kiri menganggapnya hanyalah melodrama untuk mengeruk uang. Sebagian orang juga menganggap peringatan itu terlalu berlebihan.

Pada tahun 1998, penulis Jerman, Martin Walser, menyebut tragedi Auschwitz telah dimanfaatkan. Menurut pendapatnya, penggunaan Holokaus terus-menerus sebagai ‘kontrol moral’ bisa menyebabkan efek sebaliknya.

Sementara itu, bagi sosiolog Jerman-Kanada Yark Michal Bodemann, hari peringatan itu sudah terlalu dinasionalisasi sehingga unsur Yahudi-nya luntur. Seharusnya, hari peringatan itu lebih dikhususkan untuk kaum Yahudi. Selain itu, menurut Bodemann, Jerman belum membutuhkan komisioner antisemitisme.

Budaya memperingati Holokaus ini memang dirasakan telah bergeser. Penyebab utamanya adalah semakin sedikitnya saksi mata yang masih hidup. Namun menurut Benz, saksi sejarah bisa saja wafat, tetapi pengetahuan peristiwa sejarah itu tidak hilang begitu saja.

Baginya, pergeseran budaya ini merupakan proses alamiah.

“Namun, bukan berarti generasi sekarang apatis atau tidak peduli. Bagaimana pun juga, Holokaus tidak akan pernah hilang dari ingatan publik,” ujar Benz.

Reporter: Indah Utami

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

AMN Manado Bangkitkan Etos Pemuda Jadi Cendekia Cerdas dan Terhormat

Asrama Mahasiswa Nusantara (AMN) Manado membangkitkan etos para pemuda untuk menjadi cendekia yang cerdas dan terhormat, sehingga mereka terampil...
- Advertisement -

Baca berita yang ini