Membaca Kembali Moby-Dick

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – ”Panggil saya Ishmael.” Inilah kalimat pembuka dari novel Moby-Dick, yang juga menjadi salah satu kalimat pembuka paling terkenal di dunia sastra. Ishmael, narator cerita ini, adalah pemuda cerdas dari New York City yang mendambakan petualangan di laut lepas, la memutuskan untuk menjadi pelaut di kapal penangkap paus, yang di masa itu memang lazim diburu untuk diambil lemaknya.

Moby-Dick adalah judul novel karya penulis Amerika Serikat Herman Melville yang diambil dari julukan seekor paus yang diburu Kapten Ahad. Novel ini amat terkenal dan dapat dianggap sebagai salah satu novel klasik dunia. 18 Oktober 1851, novel ini pertama kali diterbitkan.

Moby-Dick bercerita tentang perburuan Paus Putih raksasa. Nama Moby Dick disebut Kapten Ahab, kapten kapal pemburu paus ‘Pequod’ karena terobsesi memburu Paus Putih. Obsesi Kapten Ahab memburu Moby-Dick dan menangkapnya karena dendam pribadi terhadap Moby-Dick yang tak hanya menenggelamkan kapalnya melainkan juga melenyapkan salah satu kakinya.

Lalu apa hubungannya dengan Ishmael? Ishmael adalah seorang pemuda asal New York yang melamar untuk menjadi awak kapal pemburu paus. Ia bertemu banyak pemburu paus, termasuk para penombak yang ahli menggunakan tombak untuk membunuh paus. Salah satunya bernama Queequeg, sosok aneh dengan tubuh penuh tato. Ishmael dan Queequeg berteman dan sama-sama mencari kapal yang mau menerima mereka.

Di Nantucket, tempat yang merupakan pusat industri perburuan paus, mereka menemukan kapal unik bernama Pequod. Mengapa unik? bahan-bahan pembangunan kapal tersebut berasal dari bagian-bagian tubuh, dari tulang sampai gigi paus.

Ishmael dan Queequeg diterima menjadi awak kapal Pequod. Namun, pemilik kapal mengingatkan mereka akan sifat dan sikap Kapten Ahab, yang menjadi pimpinan kapal  Pequod. Kapten Ahad baru saja kehilangan satu kaki dalam pergulatan melawan seekor paus putih raksasa.

Ishmael dan Queequeg kemudian bertemu dengan Kapten Ahab. Meski harus mengenakan satu kaki palsu dari rahang paus, Kapten Ahab memiliki aura karismatik. Kapten Ahab mengumumkan kepada seluruh awak kapal bahwa misi pelayaran mereka hanya satu; memburu dan membunuh Moby-Dick, julukan seekor paus putih raksasa.

Mendengar itu, para awak kapal Pequod banyak yang tidak setuju. Tujuan pelayaran mereka hanya untuk berburu paus biasa dan pulang dengan membawa keuntungan besar, dan bukan untuk membunuh Moby-Dick. Namun, Kapten Ahab bersikeras bahwa mereka harus melakukan perintahnya. la bahkan membawa sekelompok penombak mahir, dan mengiming-iming koin emas bagi awak kapal yang berhasil menemukan Moby-Dick pertama kali.

Kapal Pequod pun tiba di Samudra Hindia. Di sana, para awak menangkap beberapa paus dan mengambil lemaknya. Namun, Kapten Ahab tetap hanya menginginkan satu paus: Moby-Dick. Setiap kali bertemu sesama kapal pemburu, Kapten Ahab selalu bertanya tentang penampakan Moby-Dick. Salah seorang kapten kapal yang mereka temui adalah Kapten Boomer dari kapal Samuel Enderby, yang telah kehilangan satu tangan akibat bergulat dengan Moby-Dick. Boomer memperingatkan Kapten Ahab akan tragedi yang selalu menimpa siapa pun yang memburu Moby-Dick.

Peringatan Boomer menjadi kenyataan. Tragedi pertama terjadi ketika Tashtego, salah seorang penombak, nyaris tenggelam bersama bangkai paus yang ia tangkap. Pip, awak kapal lainnya, sempat tercebur ke tengah samudra dan menjadi gila.

Tak lama, topan mengamuk di lautan dan menghantam Pequod. Salah satu awak terjatuh dari kapal dan tenggelam. Bukannya gentar, Kapten Ahab menganggap ini pertanda mereka akan segera bertemu Moby Dick. Sebaliknya, anak buah Kapten Ahab mulai ketakutan melihat obsesi kapten mereka dan terpikir untuk membunuh sang kapten agar perburuan gila ini berakhir.

Akhirnya, mereka berjumpa dengan paus legendaris itu. Para penombak siap-siap beraksi. Namun, meski bertubuh raksasa, Moby Dick selalu berkelit. Merasa terancam, paus itu mengamuk dan menghantam kapal Peguod, menewaskan para penombak.

Mau tak mau, Kapten Ahab terjun langsung menjadi penombak. Dengan penuh dendam, ia menghunjamkan tombak ke tubuh Moby-Dick. Tapi lehernya malah terjerat tali tombak dan sang paus menyeret Kapten Ahab ke dasar samudra.

Sementara itu, kapal Pequod yang hancur lebur karena mendapat serangan Moby-Dick mulai karam, membawa seluruh awak kapal yang tersisa. Hanya Ishmael yang selamat. Ia terlempar jauh dari kapal. Setelah semalaman berpegangan pada peti kayu, sebuah kapal pemburu paus menyelamatkannya.

Akhir yang tragis. Latar belakang kisah obsesi Kapten Ahab ini adalah kejadian nyata tenggelamnya kapal Essex yang tenggelam karena paus buas jenis Mocha Dick pada 1821. Kapten kapal tersebut, George Pollard Jr, sebelumnya juga memimpin kapal penangkap paus Two Brothers, yang juga tenggelam akibat serangan Paus Putih.

Setelah kapal The Essex tenggelam, Kapten Pollard dan krunya terombang-ambing di laut tanpa makanan dan air bersih selama tiga bulan. Mereka terpaksa menjadi kanibal sebelum terselamatkan. Pengalaman Pollard ini yang menjadi inspirasi Melville bagi penulisan Moby-Dick.

Melville menulis Moby-Dick pada Februari 1850. Novel itu selesai 18 bulan kemudian, atau setahun lebih lama dari yang ia perkirakan. Ternyata novel  yang awalnya hanya terjual 3,200 kopi buku ini beberapa tahun kemudian meledak. Ketika ia menerbitkan Moby-Dick pada 18 Oktober 1851, namanya sudah tenggelam. Moby-Dick pun menjadi karya gagal yang tak pernah mendapat penghargaan sampai Melville meninggal dunia pada 1891.

Lantas, apa yang membuat Moby Dick kini menjadi karya sastra legendaris? Pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1920-an, terjadilah ‘Melville Revival’ alias Kebangkitan Melville. Hal ini karena penerbitan dua buku, yaitu biografi Herman Melville dan BillyBudd, novel terakhir Melville dari naskah yang ditemukan di rumahnya.

Sejak itu, orang kembali mencari karya-karya Melville. Dari sekian banyak karya Melville ternyata yang mendapat sorotan adalah  Moby-Dick. Karya ini mendapat pujian karena alur penceritaannya yang dramatis. Kisah pertarungan manusia dan paus tersebut pun kini menjadi mahakarya sastra, dan Herman Melville mendapatkan penghargaan yang tak pernah ia rasakan semasa hidupnya.

Di era sekarang pun, Moby Dick menjadi bacaan wajib karya sastra di sejumlah sekolah di Amerika.

Reporter : Afif Awaludin

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

AMN Manado Bangkitkan Etos Pemuda Jadi Cendekia Cerdas dan Terhormat

Asrama Mahasiswa Nusantara (AMN) Manado membangkitkan etos para pemuda untuk menjadi cendekia yang cerdas dan terhormat, sehingga mereka terampil...
- Advertisement -

Baca berita yang ini