Kloning Manusia, Benarkah Bisa Dilakukan di Masa Depan?

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Kloning adalah proses pengambilan informasi genetik dari satu makhluk hidup untuk menciptakan salinan identik darinya. Sederhananya, kamu bisa membayangkan kloning sebagai fotokopi berwarna.

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), para ahli genetika telah berhasil melakukan kloning pada sel, jaringan, gen, dan bahkan hewan hidup. Lalu, apakah di kemudian hari kloning manusia akan mungkin untuk dilakukan?

Sejarah kloning sebenarnya dimulai dari abad ke-19 ketika seekor landak laut pertama kali berhasil dikloning pada 1880 oleh seorang peneliti bernama Hans Driesch.

Maju beberapa tahun kemudian, mamalia hidup hasil kloningan pertama akhirnya dipamerkan ke mata publik pada 1997, yakni Dolly si domba.

Dolly sebenarnya lahir pada 5 Juli 1996 di Skotlandia. Dolly dikloning menggunakan sel tunggal yang diambil dari domba donor.

Jenis domba Finn Dorset memiliki rentang usia hidup hingga 12 tahun. Tapi Dolly terpaksa harus disuntik mati pada tahun 2003 karena menderita penyakit paru kronis dan arthritis prematur. Namun, adik-adik kloning Dolly, seperti Debbie, Denise, Dianna, dan Daisy masih hidup sampai saat ini.

Melihat keberhasilan kloning Dolly, semakin banyak peneliti yang berlomba-lomba menciptakan hewan hasil kloning.

Sekelompok tim peneliti menghasilkan sapi, domba, ayam yang ketiganya memiliki kode genetik identik. Caranya dengan mentransfer inti sel yang diambil dari embrio donor ke telur yang telah dikosongkan dari intinya.

Di Korea Utara, peneliti berhasil mengkloning sel dari Chase. Seekor anjing pelacak pensiunan kebanggaan negara, dan menghasilkan pasukan enam ekor anjing pelacak tangguh untuk bekerja di kepolisian sejak 2009.

Meski begitu, hasil kloning tidak selalu mirip layaknya anak kembar. Walaupun hasil kloning berbagi materi genetik yang sama dengan donor, lingkungan juga memainkan peran besar dalam bagaimana organisme pada akhirnya terbentuk.

Akan tetapi, untuk kasus anak kembar sendiri dapat dikatakan sebagai hasil kloning manusia secara alami. Anak yang terlahir kembar identik secara alami merupakan hasil kloning karena mereka berbagi rantai DNA dan kode genetik yang hampir identik.

Biasanya, setelah sperma dan sel telur bertemu, sel yang dibuahi akan mulai membelah diri. Biasanya, dalam satu kelompok menjadi dua, empat, delapan, 16, dan seterusnya.

Sel-sel ini lama kelamaan berkembang menjadi organ dan sistem organ yang menghasilkan satu janin di satu kehamilan. Kadang, setelah pembelahan pertama, kedua sel ini lanjut memisahkan diri. Kemudian tumbuh besar menjadi dua individu dengan kode genetik sama persis atau kembar identik, alias klon.

Proses kloning manusia yang dialami kembar identik adalah kehendak alam yang tidak bisa diganggu gugat, walau masih belum diketahui pasti apa penyebabnya. Lantas, bagaimana dengan kloning manusia buatan, yang harus melalui prosedur laboratorium? Apakah ini mungkin?

Pada Desember 2002, kloning manusia pertama, seorang bayi perempuan bernama Eve, diklaim berhasil diciptakan oleh perusahaan Clonaid. Pengikut fanatik sekte Raelian.

Kelompok ini percaya bahwa 25 ribu tahun silam, di bumi telah mendarat makhluk luar angkasa dan menciptakan ras manusia melalui proses kloning. Menurut Direktris Clonaid Brigitte Boisselier, ribuan peminat sudah mengantre untuk menciptakan manusia-manusia baru melalui kloning yang siap membayar 200 ribu Dolar AS, di antaranya dari benua Asia.

Clonaid juga mengaku telah berhasil menciptakan bayi laki-laki pertama lewat kloning, yang jaringannya diduga diambil dari seorang anak yang tewas dalam kecelakaan mobil.

Meski terus didesak oleh komunitas peneliti dan media, Clonaid tak pernah mampu membuktikan keberadaan kedua bayi tersebut. Maupun 12 kloning manusia lainnya yang konon dibuat.

Namun, mereka justru berpendapat tak ada alasan mendasar kloning manusia mustahil dilakukan. Sebab, teknik kloning manusia yang mereka lakukan sama persis dengan yang dipakai pada pengkloningan domba Dolly pada 1996.

Akan tetapi, kloning pada manusia memiliki risiko besar. Seperti kloning pada binatang, mengkloning manusia juga bisa mengalami kegagalan, seperti pembentukan organ tubuh yang tak sempurna.

Dalam proses kloning, nukleus dipindahkan dari sel telur wanita dan digantikan nukleus dari sel binatang atau orang yang dikloning. Jika proses ini dilakukan dalam waktu dan cara yang tepat, sel telur akan mulai membelah atau terbagi, persis seperti sel telur yang telah dibuahi sperma.

Selanjutnya, genetika embrio yang dihasilkan sama persis dengan sang ibu (bila sel telur yang dipakai milik sang ibu). Akan tetapi, bila nukleus bukan milik sang ibu, maka embrio bakal menurunkan sifat genetika dari si pendonor.

Sayangnya, hingga kini, para ilmuwan masih tak yakin tentang konsekuensi yang terjadi bila sel telur yang dipakai bukan milik sang ibu.

Reporter: Indah Utami

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Uji Coba Blasting Wadas Jadi Tontonan Warga yang Penasaran, Warga Sempat Khawatir

Mata Indonesia - Proses penambangan andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah memasuki babak baru. Saat ini proses akan dilakukan pengeboman (blasting) guna membongkar Bangkalan batu andesit.
- Advertisement -

Baca berita yang ini