JK: Pilih Pemimpin yang Tidak Otoriter dan Nepotisme

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Pilihlah pemimpin yang tidak otoriter dan tidak melakukan nepotisme. Imbauan itu disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) saat memberikan sambutan dalam pembukaan Silaturahmi Nasional (Silatnas) Institut Lembang Sembilan di Jakarta, Sabtu 23 Februari 2019.

Terkait Pemilu 2019, kata JK, jika ada pemimpin tidak otoriter dan nepotisme, maka secara otomatis bakal disukai dan dipilih rakyat. Namun, menurutnya, penting juga untuk belajar dari sejarah negara lain seperti Venezuela yang tengah bangkrut karena pemimpin yang otoriter.

“Hari ini kalau lihat di TV bagaimana Venezuela, negara yang paling tinggi cadangan minyak di dunia tapi dia jatuh termasuk negara termiskin di dunia. Artinya lebih banyak utang daripada harta, padahal negara kaya pada dasarnya. Kita lihat semua negara Timur Tengah otoriter dan selalu bergabung dengan nepotisme. Suriah otoriter, Irak otoriter, Libia otoriter, kemudian banyak negara lain seperti itu, semuanya rusak,” ujarnya.

Atas dasar itu, JK meminta Indonesia dijaga agar jangan sampai mengalami hal seperti Venezuela. JK meminta untuk memilih pemimpin yang tidak otoriter dan melalukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

“Maka itu lah kita harus menjaga bangsa ini untuk tidak mengalami seperti itu. Lepas daripada saya ada di situ dan tidak ada di situ, bukan persoalan. Karena itu saya harapkan kita menjaga kepentingan bangsa kita. Sehingga pemimpin yang kita pilih itu kemudian tidak menjadi otoriter dan KKN,” kata dia.

Untuk itu, lanjut dia, kita harus menjelaskan karakter kepemimpinan dan visi misi sehingga orang mengetahui, dan orang juga menyukai dan kemudian memilih. “Itu langkah-langkah daripada cara kita menjelaskan pada masyarakat apa yang kita harus arahkan,” ujar JK.

JK lantas mencontohkan dirinya yang tidak pernah mengusulkan diri untuk menjadi wakil presiden. Ia mengaku selalu diminta baik pada waktu mendampingi mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) maupun Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Saya tidak pernah meminta untuk jadi wapres. Saya selalu diminta untuk jadi wapres sejak zaman Pak SBY, Pak Jokowi. Waktu mau jadi presiden itu terpaksa. Kenapa terpaksa? Karena Golkar partai paling besar. Masa partai paling besar nggak punya calon,” kata dia.

Alhasil dirinya memilih tidak bergabung lagi dengan SBY karena dibutuhkan harkat partai. Karena dirinya selalu menegaskan bahwa harkat partai perlu dijaga, partai besar harus juga mempunyai calon yang baik.

Berita Terbaru

Pilkada Damai Membutuhkan Keterlibatan Semua Pihak

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah salah satu momen krusial dalam agenda demokrasi Indonesia yang membutuhkan keterlibatan aktif dari semua...
- Advertisement -

Baca berita yang ini