Reinkarnasi Kedamaian untuk Papua

Baca Juga

MATA INDONESIA, – Sobat milenial pasti tahu dong salah satu pulau terkaya di Indonesia? Pulau yang memberikan kontribusi besar bagi Indonesia.

Di Papua terdapat perusahaan asal Amerika, PT Freeport yang setiap harinya dapat menghasilkan kurang lebih 240 kilogram emas dari hasil buminya.

Berkat Papua, PT Freeport telah menjadi salah satu perusahaan besar di dunia. PT Freeport Indonesia (PTFI) adalah sebuah perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) (Inalum). PT Freeport Indonesia menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi Tembagapura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, Indonesia. Freeport Indonesia juga memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia

Beberapa waktu lalu, saya berkunjung ke Papua. Saya mendapat informasi bahwa PT Freeport Indonesia (PTFI) ini telah memasuki masa transisi penambangan dari tambang terbuka (open pit) Grasberg menuju tambang bawah tanah (underground mine). Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, mulai tahun 2020 hingga 2023 tambang bawah tanah itu bisa menggantikan Grasberg open pit di wilayah DOZ, Big Gossan, DMLZ dan Grasberg Block Cave. Dimulai pada 2020, volume penambangan bawah tanah PTFI direncanakan bisa mencapai 96.000 ton bijih per hari. Bijih tersebut merupakan batuan yang mengandung mineral tembaga, emas dan perak.

Volume produksi bijih itu ditargetkan akan terus menanjak hingga tahun 2021. Rencananya PTFI bisa memproduksi sebesar 160.000 ton per hari. Sementara pada 2022 menjadi sebesar 216.000 ton per hari, dan pada 2023 menjadi 217.000 ton per hari. Jadi secara garis besar PT Freeport ini benar-benar memiliki potensi besar dalam ‘mengeruk’ kekayaan bumi papua sekaligus menjadi donatur high class yang teramat penting bagi Indonesia.

Namun disini saya bukan hanya akan mengulas tentang seluk beluk PT Freeport yang jelas-jelas bukan milik Indonesia sih. Loh bukan milik Indonesia? jangan kaget! Pasalnya pada 2018 silam PT Inalum resmi membeli sebagian saham PT Freeport Indonesia (PTFI) sebesar 41 persen! Sehingga total kepemilikan saham Indonesia dari 9 persen menjadi 51 persen. Bagaimana? keren kan? Kita dapat membeli saham perusahaan di tanah kita sendiri! Tapi memang inilah faktanya bahwa Indonesia bukanlah pemilik PT Freeport Indonesia (PTFI), namun hanya sebagai penyedia sumber daya alam yang bekerja sama dengan Amerika yang berperan sebagai penyedia jasa dan modal.

Membahas tentang perdamaian, sebenarnya ngeri-ngeri sedap kalau dibahas hanya lewat tulisan. Sebab perdamaian yang akan dituntut bagi setiap lapisan masyarakat itu jelas berbeda. Setidaknya perdamaian itu yang akan memunculkan titik terang dari permasalahan yang dialaminya secara tahun-menahun.

Seperti peristiwa ‘penyanderaan’ di Tembagapura seolah menunjukkan hubungan antara sektor bisnis dan keamanan di Papua, yang melibatkan berbagai aktor yang cenderung saling memanfaatkan. Perusahaan seperti Freeport memang seringkali mengalokasikan dana khusus untuk memastikan operasi mereka aman dengan meminta perlindungan dari TNI dan Polri. Kasus ‘sandera’ Tembagapura (Banti dan Kimbeli) ini masih belum jelas. Namun, ada kemungkinan hal itu tidak hanya didorong oleh motif ekonomi seperti persaingan antara penambang lokal, tetapi juga motif politik yang melibatkan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Dalam analisisnya di The Conversation, peneliti LIPI Adriana Elisabeth menyebutkan, strategi untuk memastikan keamanan di Papua harus dipikirkan dengan cermat karena terdapat kombinasi antara kepentingan politik dan ekonomi di Papua. Jika menggunakan perspektif negara, kasus Tembagapura harus dikelola secara menyeluruh untuk memulihkan stabilitas dan keamanan. Namun, jika pemerintah berlebihan dalam memulihkan keamanan melalui operasi militer, Indonesia akan dianggap tidak konsisten dalam komitmennya terhadap pembangunan Papua, terutama jika keamanan ditegakkan dengan mengorbankan prinsip-prinsip hak asasi manusia.

Kalau di pikir-pikir, selama saya berdomisili di Papua Barat ini, saya rasa aman-aman saja. Nggak seperti bayangan orang pada umumnya yang mungkin jika mereka mendengar kata ‘Papua’ maka spontan pasti akan membayangkan sosok laki-laki hitam dengan tombak di tangan nya. Hayo..ngaku pasti begitu!! Hal itu nggak salah kok. Memang suku asli Papua berkulit hitam. Tetapi tombak dan panah yang mereka bawa hanya berfungsi saat ada kegiatan festival atau konflik tertentu. Dalam kegiatan sehari-hari mereka berlaku normal seperti yang lainnya. Ada yang ke kebun, mencari ikan, berdagang, menjahit, bekerja di kantor dan ada juga yang sekedar duduk di rumah. Disana juga ada sepeda motor, mobil, truk dan sejenisnya. Jadi jangan pernah berpikir di Papua hanya ada hutan dan laut ya! Sebab Papua juga mengalami perkembangan modernisasi secara bertahap.

Di Papua juga mulai jarang ada konflik yang sifatnya radikal ataupun pemberontakan. Kebanyakan ya hanya ulah orang asli pribumi yang sedang mabuk atau pertengkaran antar rumah tangga saja. Namun bagaimana pun kita tetap harus waspada. Sebab hal itu mungkin hanya sebagian kecil yang nampak di luar saja. Kita tidak tahu organisasi apa saja yang mungkin siap menyuplai dana dan modal untuk membuat gerakan separatis di Papua. Dan yang namanya Papua dari dulu hingga sekarang tetap masih mengalami keterbelakangan. Mulai dari pendidikan, industri bahkan modernisasi.

Selama perjalanan saya mengunjungi distrik di Papua Barat pun, saya masih melihat banyak rumah-rumah yang terkesan kuno dan usang. Belum lagi pakaian, tas dan aksesoris yang menurut mata saya kurang sedap dipandang. Namun bukan berarti saya tidak suka, justru saya sangat bangga dengan masyarakat Papua yang masih memegang adat budaya suku mereka. Biasanya rambut mereka dikepang dan diikat dengan karet warna. Secara fungsional mungkin agar rambutnya nggak berantakan sih, dan itu sudah menjadi kelaziman bagi penduduk Papua. Dan yang paling kaget lagi adalah lembaga pendidikan yang dapat dihitung jumlahnya. Mungkin itu juga dikarenakan isu kekerasan yang membuat para guru pendatang takut untuk transisi ke wilayah Papua.

Karena saya sendiri Muslim, maka disini saya menjadi minoritas. Sebab di Papua memang mayoritas beragama Kristen. Mungkin di setiap distrik atau jalan kita akan sering bertemu dengan gereja yang besar, apalagi sebutan ‘kota injil’ sudah melekat di tanah Papua ini. Tapi tenang saja, meskipun kita minoritas mereka tetap berlaku baik selagi kita tidak mencari masalah. Terlebih jika kita cekcok dengan mereka, lebih baik kita mengalah saja. Karena urusannya bakal panjang dan akan bersangkut paut pada keluarga. Bisa dibilang, satu yang bermasalah semua keluarga besar akan ikut mendapat imbasnya.

Kalau dibilang kok berani pakai cadar sebenarnya saya gak berani juga. Kalau dibilang nekat saya juga gak nekat-nekat amat. Hanya saja, cadar ini sudah terasa melekat pada diri saya. Sehingga jika mau melepaskannya lantaran takut ditombak atau diusir ya fine-fine saja. (Hehe….). bercanda ya, jangan dibikin serius. Karena kita sebagai muslim pun harus tahu dimana kita meletakkan sunnah pada kondisinya. Contohnya kalau kalian dakwah ke daerah Papua pedalaman yang belum beragama jangan sampai kalian mendakwahkan dalil-dalil yang mereka tidak mengerti. Apalagi tiba-tiba datang tanpa permisi. Bisa jadi kalian dianggap sebagai kaum radikal dan dibunuh di tempat. Serius! Saya nggak bercanda. Jangan anggap Papua seperti di Jawa atau Sulawesi yang disetiap sudutnya ada orang beragama. Disini masalah agama bisa menjadi sesuatu yang ‘sensitif’ jika tidak berhati-hati. Bukan berarti mereka tidak menyukai manusia ya! Mereka terbuka kok dengan golongan apa saja yang hendak masuk. Tetapi mereka juga mempunyai hak untuk mempertahankan diri dari gangguan atau serangan para penyusup. Jadi jika kelakuan kita menyalahi aturan dan kelewat batas ,mereka juga akan bertindak tegas. Wow ..! bagaimana ? keren kan!

Berbeda lagi dengan kebiasaan kita, readers. Kalau biasanya kita berebutan makanan, anak-anak Papua sangat mengutamakan loyalitas. Seperti yang tergambar pada foto dibawah ini, terlihat mereka sedang berbagi makanan dengan adil. Kalau dilihat dari ukuran tubuhnya sepertinya mereka masih berkisar enam sampai delapan tahun. Tubuh mereka kurus bukan hanya kerena faktor makanan. Tetapi faktor aktivitas mereka yang banyak bermain di pantai dan di pegunungan. Tapi meskipun begitu, mayoritas mereka sehat dan kuat lho! Apalagi rumah mereka yang dekat dengan pantai memudahkan mereka untuk mencari penghidupan di laut, sedang tanah di dataran tinginya sangat bagus untuk mereka bercocok tanam.

Anak-anak Papua (Foto: Selly Nurwahidah)
Anak-anak Papua (Foto: Selly Nurwahidah)

Jadi ceritanya saat itu saya dan teman-teman penasaran dengan Pulau Timbul yang terletak di pinggir Pantai Amban. Lokasinya sih lumayan jauh dari tempat kami tinggal. Tetapi karena cuaca mendukung dan penasaran yang mendalam akhirnya kami berangkat ke lokasi tersebut. Dalam bayangan saya mungkin Pulau Timbul ini hanya semacam pulau yang ada di tengah pantai saja. Kurang lebih semacam daratan yang ada di tengah telaga. Jadi saya pribadi ya biasa-biasa saja. Dalam perjalanan pun kami hanya melihat pohon-pohon besar yang rindang. Karena medannya yang cukup terjal, sesekali teman kami harus mengerem mendadak. Untungnya kendaraan yang kami pakai cukup memadai. Jadi kami terbilang cukup nyaman dalam perjalanan menuju Pulau Timbul tersebut. Nah dekat-dekat pemukiman di pinggir pantai kami bertemu dengan anak-anak yang bermain. Saya penasaran dong dengan permainan mereka. Pasalnya mereka menggulung tanah seperti bola, lantas mengikatnya dengan karet gelang. Gak masuk akal bangetlah bagi saya.

Permainan Baku Tiga Anak Papua (Foto: Selly Nurwaidah)
Permainan Baku Tiga Anak Papua (Foto: Selly Nurwaidah)

Masak sih itu tanah? Iya..! Ternyata itu benar-benar tanah, Readers! Mereka menamai permainannya dengan sebutan “BAKU TIGA” . Saya nggak tahu ya apa artinya baku tiga. Yang saya tahu baku hantam (Jadi kalian jangan tanya-tanya, hehe..). jadi ternyata cara bermainnya itu sangat mudah. Jadi setiap anak akan membuat bola tanah yang diikat dengan karet gelang. Kemudian mereka membuat medan pasir panjang dan menancapkan paku di tengahnya. Lalu satu-satu dari mereka berbaris untuk melemparnya hingga karet gelangnya masuk di paku tersebut. Hal ini dilakukan berulang kali dengan senyum di pipi mereka. Masya Allah..! bener-bener pemandangan indah bagi saya. Namun sayang sungguh disayang, disamping mereka ada anjing peliharaan mereka. Jadi kami tidak bisa terlalu dekat dengan mereka. Bukan takut pada anak- anaknya, tapi takut jika anjing peliharaan mereka menganggap kami sebagai musuh.

Nah setelah perjalanan yang lumayan panjang tadi, sampailah kami di Pantai Amban Papua Barat. Bener-bener terbayarkan! Ternyata diluar ekspetasi pikiran saya. Pantainya masih bersih tanpa sampah! Yap…bener-bener tanpa sampah. Ditambah suasana ombak yang seakan berdamai pada kami itu membuat kami benar-benar terhipnotis untuk segera menyeberang ke Pulau Timbul. Jadi untuk ke Pulau Timbul, kami harus naik kapal seperti sampan kecil dan menyeberangi pulau. Kira-kira waktu tempuhnya hanya sekitar lima sampai sepuluh menit. Jadi tidak tidak terlalu memakan waktu untuk menyeberanginya. Hebatnya lagi, warna air laut yang terpadu antara biru dan hijau itu benar-benar memanjakan mata kami. Seolah kami ingin langsung terjun ke air tanpa berpikir kedalamannya.

Pulau Timbul (Foto: Selly Nurwaidah)
Pulau Timbul (Foto: Selly Nurwaidah)

Ini dia pulaunya! Pulau Timbul yang diidam-idamkan para pecinta pantai khususnya di wilayah Papua Barat. Mungkin Pulau Timbul ini belum diketahui banyak orang karena untuk ke pulau tersebut setidaknya kita harus menyewa kapal sampan atau memiliki kapal pribadi. Dan kebetulan kami punya kapal sampan pribadi, readers! Jadi untuk ke pulau itu kami gak harus mengeluarkan uang dari dompet kami. Pulau Timbul ini sangat cocok untuk kalian yang suka melihat sunrise lho!. Apalagi kalau pagi-pagi menyeduh cokelat hangat ditemani kekasih hati, wuiiihhhh… kerasa honeymoon kembali! (wkwkwkk..)

Pantai Amban Papua Barat (Foto: Selly Nurwaidah)
Pantai Amban Papua Barat (Foto: Selly Nurwaidah)

Beneran ya, saya gak bohong! Indonesia memang harus banyak-banyak bersyukur karena memiliki Papua sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebab tanpa diketahui banyak orang, Papua sebenarnya memiliki potensi yang jauh lebih besar dari yang kita bayangkan. Di Papua kita bisa menemukan tambang emas, gas alam, minyak dan juga sumber daya alam yang sangat melimpah. Pantai-pantai di Papua juga masih sangat segar dan belum terkotori oleh tangan usil manusia. Pepohonan yang rindang, tanah yang subur, laut yang luas, wah bisa dikatakan jika Papua melepaskan diri dari Indonesia, maka secara tidak langsung Papua akan menjadi Indonesia kedua di mata Mancanegara.

Oleh sebab itu, sangat wajar jika masyarakat Papua meminta hak-hak mereka sebagai warga negara Indonesia dalam perlindungan, penjagaan, dan kedamaian dari diskriminatif dan rasisme yang sering kali menimpa mereka. Sebenarnya mereka menuntut pemerintah memperlakukan mereka, maksudnya mereka ingin diakui sebagai pemilik Tanah Papua yang kaya akan sumber daya dan budayanya. Ibarat seorang anak, mereka hanya ingin menjadi ‘anak emas’ bukan ‘anak tiri’. Namun menurut saya, berkali-kali pemerintah memang salah menerima kode itu dari mereka. Dari sisi pemerintah, mereka hanyalah menuntut kemerdekaan yakni kemerdekaan untuk berdiri sendiri dan terlepas dari NKRI. Padahal secara psikologis, kemerdekaan itu bisa berupa kebahagian dan kesejahteraan diri. Maksudnya kemerdekaan yang sebenarnya masyarakat papua inginkan adalah ‘kedamaian’ dalam bentuk kesejahteraan bagi seluruh rakyat Papua. bukan hanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Jawa, rakyat Sulawesi, rakyat Sumatra, apalagi hanya kesejahteran bagi pejabat negara. Nggak begitu !

Makanya, kenapa dulu ada istilah ‘BHINEKA TUNGGAL IKA”? agar kita semua rakyat Indonesia bersatu meski banyak perbedaan? Agar kita semua tetap bersatu meski berbeda budaya? Ya itu benar. Tetapi bagi saya fungsional Bhineka Tunggal Ika yang paling penting adalah agar kita semua bersatu dalam menikmati, menjaga dan melestarikan budaya dan kekayaan Indonesia. Bukan hanya menjaga dan melestrikan saja, tapi semua rakyat Indonesia juga punya hak dalam menikmati kekayaan Indonesia. Nah jika hal itu telah terlaksana, barulah yang namanya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia itu akan merata. Bagaimana?

Saran saya untuk pemerintah kedepannya, sebaiknya jangan terlalu gegabah dalam memutuskan perkara yang berkaitan dengan Papua. sebab Papua memiliki kekayaan yang berlimpah yang mungkin sudah dipantau negara lain dari sekian lama. Tapi lakukanlah pendekatan-pendekatan kecil yang sifatnya pasif. Contohnya cobalah hidup disana sebagai pendatang. Cobalah lihat pantai-pantai yang ada di ujung perbatasan. Lihatlah gunung-gunung dan juga sumber mata air di pegunungan. Turunlah ke lembah dan lihat seberapa subur tanah disana. Setidaknya agar kalian tahu bagaimana kondisi alam mereka. Bukan hanya mengeruk hasil bumi mereka dan menaikan harga yang membuat mereka pusing di setiap harinya. Dan bukan hanya dengan menurunkan pasukan militer yang seolah mengajak perang mereka, tetapi juga berusahalah mewujudkan kemerdekaan mereka dengan cara ‘MEREINKARNASIKAN’ kemerdekaan itu sebagai bentuk keadilan dan kedamain bagi seluruh rakyat Papua.

Sebab bagaimanapun Papua adalah masyarakat yang memiliki potensi besar dalam keberagaman indonesia. Dan jangan lupa, di Papua juga terdapat wisata Raja Ampat yang menjadi pioner wisata dunia. Sebenarnya mereka tidak menuntut hal yang muluk-muluk kok! Mereka tidak meminta untuk dibuatkan kerajaan yang mungkin bisa saja mereka minta dari hasil bumi Papua. Tapi mereka hanya meminta keadilan yang dijanjikan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam sila kelima.

Oleh sebab itu, mari bertransisi dengan mengubah pola pikir dari kemerdekaan untuk perdamainan menjadi keadilan untuk perdamaian. Sehingga keadilan dan perdamainan tersebut dapat mewujudkan arti kemerdekaan yang sesungguhnya bagi seluruh warga Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penulis: Selly Nurwahidah Saputri
FB: @Sellyna Saputri

45 KOMENTAR

  1. MasyaAllah….
    Bersyukur pada Allah dan rasulnya dengan kenikmatan semua dimuka bumi ini. Dan kita harus sama” menjaga biar ttp sejahtera hidup rakyatnnya, kompak, kerja sama dan paling penting mengenal Tuhan agar bisa mengerti arti kehidupan.

  2. Semoga kita NKRI bisa mewujudkan keadilan bagi seluruh bagian NKRI ini. Bukan hanya Di jawa, ssulawesi ataupun lainnya, tapi semua bagian dari negara indonesia tercinta kita ini. Mari semua ikut untuk mewujudkan keinginan itu.
    Tulisan ini membantu kita untuk lebih tau daerah yang kita anggap belum kita kenal menyimpan sejuta keindahan dan kekayaan.

  3. Saya membaca artikel punya ukhtina selly nur wahidah Saputri ini cukup bagus dan membuat Penasaran pembaca untuk membacanya. Kemudian membangkitkan semangat para pemuda dan pemudi untuk terus berkarya dan menulis karya ilmiah. Sehingga ilmunya bisa di torehkan atau di transfer ke pada orang lain melalui karya ini. Serta akan bermanfaat khususnya bagi penduduk Papua pada umum nya dan bagi pemuda indonesia.

    Artikel ini saya mengusulkan mendapat kan apresiasi penghargaan Juara 1

    Semangat terus berkarya untuk para pemuda dan pemudi.

  4. Yang saya fahami, makna reinkarnasi adalah terlahir kembali
    subjudul mengatakan “Reinkarnasi kedamaian”
    Berarti ada kedamaian yang telah sirna, dan maksud penulis untuk menunjukkan bahwa kedamaian itu telah terlahir kembali.

    Yang disayangkan, hanya 10% saja isi tulisan yang bersangkutan dengan judul..
    Ditingkatkan kembali retorika menulisnya 🙂

    • Hai kak Yahya! terimakasih atas masukan nya. sebenarnya saya sempat keliru mengirim bahan penulisan. kedepanya saya sebagai penulis akanlebih teliti lagi! mohon doanya ya kak, semoga artikel ini tetap mempunyai peluang untuk menyabet juara satu!

  5. Semoga papua tetap jadi keutuhan NKRI, dan hak-hak mereka di berikan, jangan sampai surga indonesia di kuasai asing.. semoga pengolahan sumber daya papua bisa di ambil alih negeri untuk kemajuan indonesia khusunya rakyat papua. Hilangkan rasis, saling hidup toleran, dan sejahterakan pendidikan di papua.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Seluruh Pihak Harus Terima Hasil Putusan Sidang MK

Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di ruang sidang lantai...
- Advertisement -

Baca berita yang ini