Memandang Papua dari Sumatera

Baca Juga

MATA INDONESIA, – Tulisan ini dibuat oleh individu yang belum pernah ke Papua. Tapi, bercita-cita suatu hari nanti bisa keliling Indonesia, termasuk Papua. Selama ini mengenal Papua hanya melalui media atau cerita dari orang-orang yang pernah ke sana. Yang terbayang adalah pedalaman Papua masih terdiri dari hutan-hutan luas. Ada juga kota besarnya, seperti Jayapura, yang lebih ramai.

Papua memiliki area sekitar 421.981 kilometer persegi. Populasi sekitar 2.3 juta jiwa. Sekitar 71 persen daerah yang terdiri dari hujan tropis berupa lembah dan pegunungan. Puncak Jayawijaya, puncak tertinggi dan tempat es abadi Indonesia, terletak di sana. Papua juga punya pantai-pantai indah. Jangan lupakan Raja Ampat di Papua Barat yang sudah menjadi tempat wisata kelas dunia.

Tahun 1969 Papua resmi masuk bagian Negara Kesatuan Indonesia melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Tahun 1973 Presiden Soekarno mengganti nama Irian Barat menjadi Irian Jaya. Kemudian pada tanggal 1 Januari 2020 Presiden Gus Dur mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua.

Sampai sekarang masih ada masalah perdamaian di Papua. Muncul pihak yang menginginkan kemerdekaan Papua. Diangkat masalah kesejahteraan masyarakat yang belum setara dengan wilayah Indonesia lain. Papua dikenal dengan pertambangan tembaga, emas, dan perak. Tapi masih banyak penduduk asli yang belum sejahtera. Ada pihak yang menginginkan Papua bisa mandiri dari NKRI supaya bisa mengelola kekayaannya sendiri.

Emas dianggap mampu mengangkat ekonomi masyarakat asli. Tapi, Papua sebenarnya punya emas lain yang juga berharga. Seperti daerah Indonesia lain, daerah ini dikaruniai “emas hijau” di tanah yang subur. “Emas hijau” itu adalah hasil-hasil bumi yang melimpah. Ada banyak jenis sayur-mayur Papua. Sayur khasnya antara lain sayur gedi dan sayur lilin. Ada juga buah-buahan unik seperti matoa, buah merah, dan woromo. Buah matoa sudah sampai di Sumatera. Rasanya kenyal dan manis.

Yang paling menarik perhatian adalah pisang Papua. Jenis ini bahkan sudah dijual di toko online. Ukurannya sebesar lengan orang dewasa. Kalau melihat pisang ini, kepikiran kenapa tidak dibuat keripik pisang khas Papua? Kemasan kripik lebih tahan lama dan bisa menjadi oleh-oleh istimewa. Contohnya seperti seperti rengginang di Jawa. Terbuat dari nasi yang dimakan sehari-hari, tapi diolah jadi makanan oleh-oleh.

Bahan makanan, baik sayur buah segar atau olahan, menjadi yang diperlukan sekarang. Akibat pandemi, ekonomi sedang menuju resesi. Orang-orang lebih mengutamakan makanan daripada kebutuhan lain. Punya sumber makanan sendiri, seperti pertanian, sudah menjadi keuntungan. Hasil bumi bisa dikonsumsi sendiri atau dijual. Apalagi kalau harga sayur-sayuran naik, maka para petani mendapat hasil memuaskan. Membeli hasil pertanian dengan harga layak, berarti membantu perekonomian mereka.

Pendidikan di Papua juga mendapat sorotan. Tidak ada guru yang mengajar di pedalaman, sehingga siswanya kesulitan membaca dan berhitung. Sekolah-sekolah terbengkalai. Dalam situasi begini, bagaimana kualitas generasi mudanya di masa yang akan datang?

Muncul sedikit titik cerah, walau mungkin akan butuh proses panjang. Sudah ada yayasan-yayasan mandiri yang mengirim guru ke pedalaman. Guru yang dikirim terjamin kualitasnya. Mereka dengan keinginan kuat, bersedia di tinggal di daerah pedalaman. Di sana mereka mendidik anak-anak untuk menyelesaikan sekolah. Hasilnya akan terlihat beberapa tahun ke depan.

Di balik kabar rendahnya mutu pendidikan, tetap ada anak-anak Papua yang mendapat pendidikan bagus. Pemudanya banyak yang sudah bersekolah ke luar pulau. Beberapa sudah mengharumkan nama bangsa. Contoh, Septinus George Saa yang menjadi juara dunia fisika tahun 2004 adalah alumni SMAN 3 Jayapura. Adik-adik yang masih SD pernah meraih gelar di Olimpiade Matematika dan Sains se-Asia tahun 2011. Kalaupun muncul berita pendidikan Papua tertinggal, terutama di pedalaman, bukan karena anak-anaknya tidak mampu. Kurang tenaga guru ke pedalaman membuat pendidikan tidak merata. Jika diberi pengajar yang berkualitas dan fasilitas yang baik, anak-anak Papua tidak ketinggalan dengan daerah lain.

Sudah diuraikan di atas, sekarang muncul berita yang mengusik kedamaian Papua dengan mengangkat isu kemerdekaan. Alasannya, masyarakat Papua diperlakukan berbeda dengan daerah lainnya.

Daerah Indonesia yang lain banyak memiliki hasil tambang yang melimpah, tetapi tetap punya penduduk yang tinggal di bawah garis kemiskinan. Ada daerah yang hanya memiliki “emas hijau”, yaitu hasil pertanian. Namun, para petaninya bisa hidup sejahtera. Papua punya kekayaan bukan hanya pada emas, tapi juga kekayaan hasil tanah bumi. Mereka bisa hidup berkecukupan dari bertani. Solusinya bisa melalui pelatihan pertanian untuk masyarakat setempat, sehingga mereka tahu sistem pertanian modern. Juga membantu mereka memasarkan hasil pertaniannya.

Tidak hanya di Papua yang tingkat kesejahteraannya belum merata. Bahkan di Sumatera, masih banyak daerah tertinggal. Terutama di pedalaman yang belum terjangkau transportasi. Orang-orang Papua tidak sendirian. Sudah banyak pendatang yang terpanggil untuk membantu masyarakat di sana. Mereka hidup berdampingan dengan masyarakat asli. Dengan kekayaan bumi dan perbaikan pendidikan, diharapkan Papua kelak sudah sejajar dengan penduduk Indonesia di daerah lain.

Penulis: Friska J. Trg
Ig: @juli_article

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pelantikan dan Pengukuhan 27 Pejabat Tinggi Pratama Lingkup Pemprov NTT

Mata Indonesia, Kupang - Sebanyak 27 Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama Lingkup Pemerintah Provinsi NTT dilantik dan dikukuhkan oleh Penjabat...
- Advertisement -

Baca berita yang ini