Doa Untuk Ujung Timur Indonesia

Baca Juga

MATA INDONESIA, – Kepada Tuhan, penguasa dan pencipta Bumi. Lihatlah kepala yang tertunduk, tangan yang menengadah, lutut yang bersimpuh, mulut yang mengaduh kepadaMu yang menciptakan kami, pemilik hidup ini.

Teruntuk saudara kami di Ujung Timur Indonesia. Dalam dera dan air mata, penderitaan yang tak kunjung mereda, dari sana yang selalu terdengar suara tembakan mengudara, mengatasnamakan tegas menebas rasa kemanusiaan hingga berjatuhan korban tewas.

Untuk mereka yang merindukan keadilan, kirimkanlah kedamaian dari langitMu yang megah. Turunkanlah hujan kebijaksanaan agar tidak ada kekerasan terulang saat berbicara untuk menemukan titik terang dan memecahkan tiap persoalan yang ada.

Ajari kami menjadi damai itu sendiri. Bukan hanya menjadi perancang atau pun pengarang, sehingga dimana kaki kami berdiri, kemana kaki kami menuju, ada damai di situ mengikut. Karena damai itu adalah kami, diri ini sendiri.

Mampukan kami untuk peka merasa bahwa derita mereka adalah derita kami juga, sebab seyogianya kami adalah saudara, sebangsa dan se-Tanah Air. Jangan biarkan kami lupa tentang ini atau bahkan pura – pura lupa diri.

Ingatkan kami tentang siapa diri kami. Yang adalah tanah yang kan kembali ke tanah. Hidup di Bumi ini hanya karena belas kasihan, dariMu saja. Buat kami mengerti bahwa perbedaan adalah caraMu melengkapi dunia ini, seperti siang dengan malam, air dan api, hidup dan mati. Semua di cipta semata-mata untuk kebaikan yang sama pentingnya untuk mendukung lajunya waktu di Bumi.

Bukakan mata hati kami untuk melihat hitam tetap hitam, dan putih tetap putih. Bantu lidah kami mengatakan ‘ya’ dan ‘tidak’ pada waktunya, sehingga kami belajar jujur dalam tiap ruang kehidupan.

Tidak ada mata ganti mata, gigi ganti gigi, sesuai ajaranMu kami seharusnya saling mengasihi. Saling mendukung satu sama lain, bukan saling mendendam dan mengungkung orang lain untuk kepuasan dan kepentingan diri sendiri atau organisasi.

Ingatkan kami tentang diri ini sehingga kami tidak mendiskriminasi dan menghakimi sesama kami. Memahami bahwa untuk menyelesaikan sebuah masalah haruslah lebih dulu masing – masing bersedia turun dari singgasana, meletakan takhta, mengesampingkan ego dan memandang dari beragam sudut yang ada.

Maafkan kami yang sering (pura-pura) melupakan kedudukan kami, merasa menjadi tuhan atas hidup sesama kami. Mengkotak-kotakkan mereka sesuka hati, berburuk sangka, menyakiti mereka dengan ujaran kebencian di sana sini, mempersoalkan warna kulit yang seharusnya bukan jadi alasan untuk tidak saling berbagi kasih.

Ajari kami, Pencipta…
Menghargai sesama kami sedemikian rupa sehingga tidak ada ruang bagi kami untuk menjadikan perbedaan sebagai alasan untuk menahan kebaikan. Bantulah kami mengingat bahwa sebagaimana kami ingin hidup bahagia begitupun mereka menginginkan hal yang serupa.

Kami milikMu,

Jangan biarkan kami terpecah belah karena keegoisan kami semata. Kami ingin saudara kami yang berada di ujung timur hidup sentosa dan sejahtera dalam pelukMu. Kirim malaikatMu untuk menjaga mereka selalu.

Tidak ada kulit hitam atau putih, ajar kami saling merangkul dalam pekatnya perbedaan ini. Tiap masalah bisa diselesaikan tanpa harus berkata keras atau dengan saling menembak hingga ada korban tewas, tidak akan terjadi pertikaian jika kami bersedia belajar untuk memahami bagaimana cara memperlakukan satu sama lain dan tahu betul arti dari menghargai.

Bimbing kami, Pencipta…

Selama anggapan sebagai ‘langit’ masih melekat, diskriminasi dan rasisme akan terus rekat. Dalam diri kami.

Akan sangat sulit untuk menyatukan minyak dan air, namun keduanya tidak harus melebur untuk dapat dinikmati. Itulah perbedaan. Mereka tidak harus menjadi putih untuk bisa mendapatkan haknya, jika mereka di paksa harus menjadi putih maka semboyan Bhineka tunggal Ika telah kehilangan makna yang sesungguhnya.

Ingatkan kami Pencipta,
Bahwa kami hanyalah pengunjung di dunia, bukan pemilik semesta sehingga bukanlah hak kami untuk melakukan diskriminasi dan menghakimi sesama sesuka hati. Di Bumi ini bukan hanya tentang diri sendiri, melainkan juga tentang ‘KITA’, tentang hidup bersama di bawah langit yang sama, tentang satu matahari yang cahayanya pun kami harus berbagi, lalu mengapa kami berlaku seolah-olah adalah pemilik?

Sekali lagi tolonglah agar kami mengerti bahwa tidak seharusnya perbedaan membuat kehidupan kami di tanah air terpecah belah dengan bentuk kekerasan menghiasi. Berikan kami pengertian bahwa sebagai saudara sebangsa sudah seharusnya kami saling menjaga bukan saling menodongkan senjata. Dalam peluk ibu Pertiwi kami ingin dari ujung timur Indonesia kelak akan hadir mutiara – mutiara hitam yang berjuang bersama mutiara putih demi kebaikan dan kemajuan bangsa kami. Maju bersama merengkuh perbedaan.

Jadilah kehendakMu,
Kedamaian terbit dari ujung Timur negeri kami.

Penulis: Mawani Gultom
Fb: @Mawani Gultom
Ig: @Mawani Gultom

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Upaya Berantas Paham Radikalisme dan Terorisme, Aparat Keamanan Berhasil Tangkap 7 Teroris di Sulteng

Aparat keamanan Republik Indonesia (RI) terus berupaya untuk memberantas penyebaran paham radikalisme dan terorisme di Tanah Air. Upaya tersebut...
- Advertisement -

Baca berita yang ini